Sitaro dan Ancaman Bencana Hidrometeorologi

Sitaro, KOMENTAR – Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) dikenal sebagai daerah rawan bencana. Selain bencana geologi yang cukup dominan karena keberadaan dua gunung api, Karangentang dan Ruang. Daerah 47 Pulau ini sebutan lain Sitaro, cukup akrab dengan bencana hidrometeorologi, seperti hujan lebat, puting beliung dan tiupan angin kencang.

 

Meksi untuk saat ini ancaman hidrometeorologi perlu menjadi perhatian bagi pemangku kepentingan dan warga masyarakat di daerah. Pasalnya, akibat bencana hidrometeorologi yang pernah terjadi sempat menimbulkan kerusakan infrastruktur publik, termasuk timbulnya korban jiwa.

 

Dari data yang sempat terangkum akibat kejadian bencana hidrometeorologi yang pernah terjadi di Sitaro, seperti bencana puting beliung di wilayah Kecamatan Siau Timur pada 2009 lalu, yang mengakibatkan lima orang warga meninggal, termasuk kerusakan infrastruktur.

 

Selain peristiwa tragis di awal 2014, akibat puting beliung yang menyebabkan banjir bandang di Kampung Nameng, hingga menelan korban jiwa yang mencapai puluhan orang. Bahkan ini termasuk peristiwa pilu bagi Sitaro, karena saat itu para warga ditengarai tertimbun di dasar laut oleh material dari gunung dengan kubikasi yang sangat banyak.

 

Nah, pada kondisi saat ini, fenomena La Lina tengah santer diinformasikan, yang dikabarkan dapat berdampak pada anomali cuaca yang berujung pada bencana hidrometeorologi.

 

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menginformasikan bahwa berdasarkan analisis dari potret data suhu permukaan laut di Pasifik, saat ini La Lina sudah teraktivasi di Pasifik Timur. Kondisi ini dapat memicu frekuensi dan curah hujan wilayah Indonesia pada bulan-bulan ke depan hingga April tahun depan jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.

 

Menurut Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sitaro, Bob Ch Wuaten, langkah yang ditempuh pihaknya selain imbauan ke pemerintah kecamatan, kampung dan kelurahan. Pihaknya rutin melakukan koordinasi di lapangan.

 

“Hal ini sebagai upaya mitigasi untuk mengantisipasi dampak yang akan timbul dari bencana hidrometeorologi,” ujar Wuaten.

 

“Pemerintah daerah pun berharap, agar warga masyarakat juga dapat meningkatkan kewaspadaan. Selain kami terus menekankan terkait penebangan pohon yang dapat membahayakan. Karena soal ini sudah sering kali kami sampaikan, dan dalam waktu dekat ini akan kami tindak lanjuti lagi,” ujar Wuaten kembali.(sal)

Komentar