RTRW Kota Lolak Mulai Direvisi

Lolak, KOMENTAR – Pemkab Bolaang Mongondow (Pemkab Bolmong) melalui Dinas Lingkungan Hidup  menggelar Fokus Group Diskusi (FGD) tahap satu terkait revisi RT-RW ibu kota kabupaten, Lolak, Selasa (20/10). FGD dibuka Sekda Bolmong Tahlis Gallang yang dihadiri para pimpinan SKPD serta pihak konsultan.

Tahlis menjelaskan, dasar untuk melakukan revisi RT RW ibu kota kabupaten, Lolak, dilatar belakangi adanya pertumbuhan dan dinamika perkembangan wilayah. “Perubahan RTRW ini untuk mewujudkan kepastian hukum dalam pengambilan keputusan pengendalian dan pemanfaatan ruang terkait dengan dinamika pembangunan di Kabupaten Bolaang Mongondow,” papar Tahlis saat membuka FGD itu.

Mantan Sekda Bolsel dan Kota Kotamobagu ini menambahkan, tujuan merevisi RTRW Bolmong 2014-2034 untuk mewujudkan ruang wilayah Bolmong untuk memenuhi kebetuhan pembangunan yang senantiasa berwawasan lingkungan. Dengan sasaran teridentifikasi  proses tahapan dan kriteria dari revisi RTRW.

Peninjauan kembali RTRW merupakan upaya untuk melihat kesesuaian antara rencana  RTRW dan kebutuhan pembangunan yang memperhatikan perkembangan lingkungan strategis dan dinamika internal.

Sebagai contohnya katanya, Lolak yang seharusnya sebagai ibu kota kabupaten, tapi di dalam RTRW masih aktivitas pertambangan. “Nah, tentu ini sudah tidak sejalan dengan perkembangan ibu kota kabupaten. Dengan adanya perkembangan yang ada, RT RW itu butuh kajian lagi,” ucapnya.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Bolmong Abdul Latif menambahkan, tahapan untuk merevisi RTRW ini melalui proses evaluasi data dan informasi dengan pengumpulan data dan peta mengenai kesesuai.

Dia menjelaskan, RTRW merupakan bagian dari rencana umum tata ruang yang didalam mengatur rencana struktur dan rencana pola ruang. RTRW lannutnya memiliki masa berlaku 20 tahun, namun dapat ditinjau kembali 1 x dalam 5 tahun. “Reviisi RTRW merupakan penyempurnaan materi RTRW untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan pembangunan masa depan. Penyempurnaan materi RTRW tentunya dapat berakibat pada perubahan kebijakan, rencana, dan program (KRP) tata ruang. Sebagaimana yang diamanahkan dalam Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup,” jelasnya.

Setiap dokumen yang mengandung unsur kebijakan, rencana, dan program wajib didasarkan pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). KLHS adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.(win)

Komentar