Gelar Simulasi di Manado, KPU Buat 2 Model Surat Suara Pemilu 2024

Manado, KOMENTAR – Manado di pilih KPU RI sebagai lokasi simulasi pemungutan dan penghitungan pada penyerderhanaan desain surat suara Pemilu 2024 yang digelar, Sabtu (20/11) di halaman kantor KPU Sulut.

Simulasi itu dihadiri langsung anggota KPU RI Evi Novida Ginting Manik, Pramono Ubaid Tanthowi, Ketua Bawaslu RI Abhan. Hadir juga jajaran pimpinan KPU Sulut, Ardiles Mewoh, Yessy Momongan, Salman Saelangi, Meidy Tinangon, Lanny Ointu serta pimpinan Bawaslu Sulut, Herwyn Malonda, Kenly Poluan, Mustarin Humagi, Awaludin Umbola.

Dalam simulasi itu, ada dua desain model surat suara berbeda di dua TPS.Di TPS pertama pemilihan mendapatkan tiga surat suara untuk lima jenis pemilihan. Sedangkan di TPS kedua pemilih mendapat dua surat suara dengan lima jenis pemilihan.

TPS pertama menyiapkan 3 jenis surat suara. Surat suara pertama terdiri atas peserta pemilu presiden dan wakil presiden serta pemilu anggota DPR RI. Surat suara kedua berisi peserta anggota DPD RI dan surat suara ketiga terdiri atas peserta anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
Sementara di TPS kedua ada 2 jenis surat suara. Surat suara pertama terdiri atas peserta pemilu presiden serta wakil presiden, anggota DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Surat suara kedua terdiri atas peserta anggota DPD RI.
Anggota KPU RI Evi Novida Ginting Manik, mengatakan, simulasi pemungutan dan penghitungan suara yang digelar di KPU Sulut bertujuan memperoleh saran ihwal desain surat suara dan formulir Pemilu 2024.

“Tujuan yang pertama untuk mendapatkan saran dan masukan terkait penyederhanaan desain surat suara dan formulir pada Pemilu 2024,” kata anggota KPU RI Evi Novida Ginting Manik. Tujuan kedua simulasi untuk memperoleh desain surat suara Pemilu 2024 yang sederhana dan memudahkan pemilih. “Ketiga, adalah memperoleh desain formulir cek hasil Pemilu 2024 yang efektif bagi peserta dan penyelenggara. Lalu yang keempat ialah terciptanya desain surat suara dan formulir cek hasil Pemilu 2024 yang terbaik. Simulasi lebih menekankan pada pemberian dan penghitungan suara dengan desain surat suara dan formulir yang telah disederhanakan.Simulasi ini dilakukan di tiga daerah.Perdana di Manado (Sulut), kemudian Bali dan Sumut, ” ujar Evi.

Ketua KPU RI Ilham Saputra berharap simulasi tahap 1 di Manado ini bisa memberikan masukan bagi KPU dalam memermudah proses pemungutan dan penghitungan surat suara, sekaligus bertujuan untuk mengurangi surat suara tidak sah.
“Berkaca pengalaman Pemilu 2019, pemilih dan penyelenggara kesulitan dalam proses pemungutan dan penghitungan,” ujarnya.

Ketua KPU Sulut, Ardiles Mewoh mengapresiasi dipilihnya Sulut sebagai tempat pertama simulasi. “Tidak ada pertimbangan apa-apa terkait dipilihnya sebagai lokasi Simulasi. Ketika ditanya apa siap, ya KPU Sulut siap. Pertimbangan pertama mungkin, karna secara infrastuktur di kantor KPU sangat memadai.Kedua, marna di Sulut juga pemilih yang kita sasar antara lain media, mahasiswa, pegiat Pemilu dianggap bisa memberikan kontribusi dalam ikhtiar penyerderhanaan surat suara oleh KPU RI. Apalagi dari aspek pendidikan, pemahaman masyarakat Sulut diangap cukup bagus. Apalagi juga pada pilkada 2020 Sulut termasuk daerah dengan tingkat partisipasi pemilih tertinggi. Mungkin itu indikator KPU RI memilih Sulut jadi lokasi simulasi, “paparnya.

Ardiles mengatakan, simulasi itu untuk memilih mana yang paling pas, nyaman, simpel dan tidak meyulitkan dalam memberikan hak suara di TPS.
“KPU berharap sebanyak mukin masukan dan beragam pilihan dari respon. Masukan-masukan itu menjadi bahan KPU untuk menentukan mana desain yang paling cocok dan mudah, “ujarnya.
Menariknya, dalam simulasi, KPU juga mengundang mantan komisioner KPU dan Bawaslu. Terpantau tiga orang mantan penyelenggara pemilu hadir dalam simulasi tersebut.

Mereka adalah mantan personil KPU Sulut Fachruddin Noh, Vivi George dan mantan anggota Bawaslu Sulut Johny Suak serta akademisi Unsrat Ferry Liando.Suak ikut mengkritisi mekanisme dan desain surat suara yang sudah dicoblos.
Menurutnya, desain surat suara yang baik adalah sederhana dan sedikit. Sehingga tidak merepotkan pemilih.

“Yang lebih baik yang di TPS 2. Surat suaranya hanya dua lembar. Ini tidak akan menyulitkan pemilih. Waktunya juga lebih cepat,” tukasnya.
Sementara itu, Ferry Liando tidak mempermasalahkannya surat suara.
Namun soal cara memilih harus mempertimbangkan soal kesulitan, durasi waktu dan efesiensi.

“Disamping itu apapun pilihan model surat suara yang mau dipilih, KPU harus mempertimbangkan efektifitas tata kelola pemerintahan pasca pemilu, ” ujarnya. Karena selama ini kata Liando, kerap terjadi ketidakselarasan kekuatan politik di eksekutif dan legislatif. Dimana, legislatif lebih dominan ketimbang eksekutif.
“Hal itu terjadi karena pada saat pencoblosan, pilihan parpol pendukung capres/cawapres berbeda dengan pilihan parpol pendukunh anggota DPR. Sehingga jika kertas suara Pilpres dgn pilcaleg jadi satu maka potensi linieritas itu terjadi, ” terangnya.

Hal yang perlu dikaji juta kata Liando, jika surat suara Pilpres, DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten disatukan adalah soal pemilih pindahan.”Jika pemilih pindah memilih di TPS berbeda dapil dalam satu kabupaten maka pemilih hanya bisa memilih calon DPRD Provinsi, DPR RI dan presiden/wakil presiden. Jika pemilih pindah provinsi maka pemilih hanya bisa memilih presiden/wakil presiden. Nah, jika surat suara jadi satu maka bisa saja ada pemilih pindahan yang ikuti mencoblos semua jenis pilihan. Hal ini perlu diantisipasi. Jika tidak diantisipasi maka potensi PSU dapat saja terjadi,”paparnya.(bly)

Komentar