TePI Sulut Gelar FGD Konsolidasi Demokrasi Ditengah Hiruk Pikuk Sistem Pemilu

Manado, KOMENTAR-Komite Pemilih Indonesia atau Tepi Sulut menggelar Focus Group Discussion (FGD) Konsolidasi Demokrasi ditengah hiruk pikuk sistem pemilu, Kamis (01/06) di Rogers Hotel Manado.

Koordinator Provinsi TePi Sulut, Grendy Tangkuman M,Si, mengatakan bahwa pembahasan sistem pemilu, tertutup atau terbuka, sedang pada puncaknya, sebagai dampak dari isu kuat Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutus Sistem Proporsional Tertutup.

“Kami melihat bahwa, memang ada banyak persoalan yang muncul dalam sistem pemilu terbuka, karena konstestasi yang ketat, persaingan yang panas memperebutkan kursi, baik caleg antar partai maupun caleg satu partai, konflik horisontal yang tinggi, ruang praktik politik uang yang masif, kader partai militan tak berduit kalah dengan figur entah dari mana asal punya modal, dan masih banyak persolan umum lainnya, ” papar Grendy.

Persoalan-persoalan tersebut, tidaklah lantas mengubah sistem pemilu dari terbuka menjadi tertutup. “TePI berpendapat, bahwa penguatan kapasitas dan tensi pengawasan dapat jadi solusi berbagai persoalan sebagai dampak sistem pemilu terbuka yang bebas itu,” ujarnya.

Dipaparkan Grendy, intsrumen-instrumen pengawasan penyelenggara pemilu harus efektif dan efisien mencegah soal-soal negatif yang mungkin muncul dimasyarakat.

“Dan yang tidak kalah pentingnya, civil society, yah, peran masyarakat sipil itu harus nyata dan berdampak. Sekarang ‘kan banyak organisasi pegiat maupun pemantau pemilu, itu harus aktifkan dan efektifkan. Pendidikan pemilih dan literasi politik penting digalakan, dan itu peran dari NG0-NGO, civil society, organisasi pegiat pemilu lainnya, ” terang Grendy yang juga adalah Korwil X , Sulut Gorontalo, PP GMKI 2021-2023.

“Memang, jadi tantangan tersendiri bagi kami pemantau pemilu, terkait program-program pemantaun dan pendidikan politik pemilih, itu tidak gampang, tetapi kami yakin kalau kita punya tekad kuat untuk kawal dan jaga pemilu ini sehat dan bersih, jujur dan adil, maka semua stakeholder wajib ikut serta dalam upaya-upaya pengawasan dan pemantauan yang sifatnya partisipatif.”jelasnya.

Kata dia, faktor legalitasnya juga, sebenarnya jadi poin penting pertanyaan publik, mengapa MK yang memutus sistem terbuka pada pemilu 2009 silam, lalu akan mememutus kembali ke tertutup Pemilu 2024 ini? MK kan lembaga yang menguji undang-undang apakah bertentangan dengan Undang-Undang dasar. jadi kalau misalnya 2009 MK memutus sistem terbuka, maka dalilnya tentu yang tertutup tidak sejalan dengan nafas Undang-Undang Dasar. Nah sekarang kalau kembali ke tertutup, maka dimana logika hukumnya?!. TePi melihat bahwa publik, lebih menginngikan sistem terbuka, agar demokrasi jalan dengan lanjar dan sehat, terbuka bagi siapa saja, peluang sama besar bagi kontestan pemilu, ini poin penting kontemplasi kita dalam moentum hari lahir Pancasila 1 juni 2023 ini.” pungkas Grendy.

Turut hadir dalam FGD tersebut, akademisi diantaranya Dr Tommy Sumakul yang membedah aspek hukumnya, dan pengamat politik Karel Najoan dari sisi perspektif sosial politik kemasyarakatan. Kelompok cipayung, oraganisai pegiat pemilu, dan organiasi kemahasiswaan. Sebelum diskusi ada pengantar dari Koornas TePI Jeirry Sumampow, dan Peneliti Senior TePI Dr Jeirry Wuysang yang sebelumnya menjabat Koordinator TePI Sulut sejak Pemilu tahun 2019.(bly)

 

Komentar